11.27.2014

MATERI ULANGAN SEMESTER SIMULASI DIGITAL

Berikut ini kisi-kisi materi Ulangan Semester SimDig yang menyangkut tentang:

1. Komunikasi dalam jaringan, beserta jenisnya.
2. Istilah-istilah dlm dunia internet
3. Hukum dunia maya
4. Email dan blog

bisa di download  https://drive.google.com/file/d/0B6OR_4QF0Xk3WEJ5dDJKMlU0ZzQ/view?usp=sharing

11.09.2014

PENGUMUMAN

TUGAS AKHIR SEMESTER
(sebagai nilai tambahan bagi yang nilainya d atas KKM atau sebagai bahan remidial bagi yang nilainya dibawah KKM).

Syarat :ini bisa dikerjakan jika sudah memposting materi tentang adm perkntoran dan sudah dilaporkan ke email saya.


Untuk kelas X AP 1 dan X AP 2:
- Buat artikel yang berkaitan dengan tutorial membuat blog atau email (pilih salah satu).
- di print
- dikumpulkan paling lambat 3 hari setelah ulangan semester produktif.

3.02.2011

Pendahuluan
Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar, selain sebagai sumber dari ilmu yang lain juga merupakan sarana berpikir logis, analisis, dan sistematis. Sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak, maka dalam penyajian materi pelajaran, matematika harus dapat disajikan lebih menarik dan sesuai dengan kondisi dan keadaan siswa. Hal ini dimaksudkan agar dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif dan termotivasi untuk belajar. Untuk itulah perlu adanya pendekatan khusus yang diterapkan oleh guru.
Isu yang sering mewarnai pembelajaran matematika adalah seputar rendahnya kualitas hasil belajar matematika. Penafsiran tentang kualitas ini ada yang melihatnya dari lulusan berupa kemampuan intelektual matematika dan ada pula yang menafsirkannya sebagai suatu kesalahan yang tidak hanya dilihat dari hasilnya saja, tetapi juga prosesnya. Jika kita amati, kesalahan seputar rendahnya nilai mata pelajaran matematika dipengaruhi juga oleh sikap yang memandang sempit penilaian pembelajaran matematika, yaitu jika rangking anaknya rendah, maka resahlah orang tuanya atau jika nilai raport anaknya rendah maka langsung menuding anaknya bodoh. Dan akhir-akhir ini berkembang juga isu seputar rendahnya kompetensi guru matematika dan calon guru. Hal ini penting mengingat faktor keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh strategi pembelajaran, sistem penilaian, interaksi di kelas, dan faktor guru. Itulah segelintir problem pembelajaran matematika di sekolah saat ini.
Selama ini rendahnya hasil belajar matematika siswa lebih banyak disebabkan karena pendekatan, metode, ataupun strategi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran masih bersifat tradisional, dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pola pikirnya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Akibatnya kreatifitas dan kemampuan berpikir matematika siswa tidak dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itulah guru perlu memilih cara mengajar atau pendekatan yang dapat membantu mengembangkan pola pikir matematika siswa.
Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang lebih berorientasi pada aktivitas serta kreativitas siswa yaitu pendekatan pembelajaran matematika dengan pendekatan kotekstual yang memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka dengan menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menyelesaikan suatu masalah yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa, siswa diberi kebebasan menemukan strategi sendiri, dengan secara perlahan-lahan guru membimbing siswa menyelesaikan masalah tersebut.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendekatan pembelajaran kontekstual ?
2. Apa peran guru dalam CTL ?
3. Bagaimana penerapan CTL pada pembelajaran Matematika ?

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

A. Sejarah Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Berbasis Kontekstual (Contextual teaching and Learning) telah lama sekali diusulkan oleh John Dewey pada tahun 1916 yang menyarankan agar kurikulum dan metodologi pembelajaran dikaitkan langsung dengan minat dan pengalaman siswa. Dewey tidak menyetujui konsentrasi pembelajaran pada pengembangan intelektual terpisah dari pengembangan aspek kepribadian. Dewey juga tidak menyetujui dijauhkannya kegiatan pembelajaran di sekolah dengan kegiatan di dunia kerja dan di dunia nyata sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian, guru dituntut untuk menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, respon, serta rumah dan lingkungan masyarakat. Pada akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar.
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang bertumpu pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar yang hanya sekedar mentransfer ilmu dan banyak didominasi oleh guru saja sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa dan siswa cenderung pasif. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan siswa agar siswa aktif dan guru yang kreatif menyusun strategi pembelajarannya. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa adalah pendekatan kontekstual (CTL).

B. Landasan Filosofi CTL (Contextual Teaching and Learning)
Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta. Fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2003: 26). Menurut pandangan konstruktivistik bahwa perolehan pengalaman seseorang itu dari proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman yang lebih khusus ialah pengetahuan tertanam dalam benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang. Skema itu tersusun dengan upaya dari individu siswa yang telah bergantung kepada skemata yang telah dimiliki seseorang (Ernest dalam Hudoyo, 1998: 4-5).
Oleh sebab itulah kalau kita fahami filosofis model pembelajaran kontekstual ini, pendidik mempunyai peranan penting membantu siswa menemukan makna di dalam pendidikannya dengan mengaitkan apa yang mereka pelajari di kelas dengan bagaimana penerapan pengetahuan itu dunia nyata dan teknik-teknik yang dapat membantu siswa menjadi lebih aktif dan refleksi terhadap pengalaman-pengalamannya.
a. Latar belakang Filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
b. Latar belakang Psikologis
Dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.
Ada yang perlu dipahami tentang pembelajaran dalam konteks CTL yaitu belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki, belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas, belajar adalah proses pemecahan masalah, belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang sederhana menuju yang kompleks, belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Apalagi dalam pembelajaran Matematika yang abstrak, pendekatan CTL sangat cocok digunakan karena dengan menghubungkan materi kepada hal yang nyata membuat sesuatu yang abstrak tersebut menjadi mudah dipahami oleh siswa.
C. Definisi CTL
CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2002: 24). Beberapa pendapat tentang pendekatan konstektual dikemukakan oleh :
a) Erman Suherman (2003, hal.3) “Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Leaning, CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas”.
b) Joshua (2003, hal. 2) “Pembelajaran konstektual adalah suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran”.
Dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka akan lebih paham dengan apa yang disampaikan karena mereka pernah mengalaminya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan anggota bangsa.
D. Asas-Asas CTL
CTL sebagi suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL, yaitu :
1. Konstruktivisme
Adalah proses pembangunan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Contructivisme (contructivism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedeikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Oleh sebab itu, dalam pandangan kontsruktivisme strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan agar siswa mampu memahami pengetahuan tersebut. Tugas guru dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dengan mengilustrasikan apa yang disampaikan dengan mengaitkan pada pengalaman atau kehidupan sehari-hari, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan apa yang mereka peroleh dengan belajar.
2. Inkuiri
Adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Dalam mengajarkan materi guru dapat mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri (mengalami sendiri) apa yang akan mereka pelajari dengan terlebih dahulu membentuk mereka dalam sebuah tim yang saling bekerja sama antara satu dengan yang lain. Guru dapat membantu siswa untuk mengaitkan antara materi pelajaran dengan lingkungan sekitar tempat mereka belajar. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dapat diukur dengan melihat kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya.
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran CTL. Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Siswa yang aktif adalah siswa yang sering bertanya karena mereka selalu ingin tahu dan terus menggali informasi terkait dengan materi yang diajarkan. Oleh sebab itu, guru dituntut untuk bisa merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu serta membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan materi yang diajarkan oleh guru.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Masyarakat Belajar (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, asas ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam kelas CTL, guru sering melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Dengan adanya kelompok belajar, siswa dapat saling berbagi pemahaman dengan yang lain dan yang lebih pandai dapat menjelaskan dan mengajarkan kepada yang kurang paham.
5. Pemodelan (Modeling)
Merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Pemodelan yang dimaksud disini adalah dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru.
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau yang lainnya serta bisa juga menggunakan media pembelajaran. Dengan ini, siswa akan lebih paham dengan contoh yang diperagakan sehingga mereka mudah untuk menirukannya.


6. Refleksi (Reflection)
Merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Kunci dari refleksi adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
Dengan refleksi, siswa bisa mengingat kembali apa yang telah dipelajari, mencatat dan membuat jurnalnya. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya tentang apa yang baru saja dipelajari.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. adanya authentic assessment untuk menilai kemampuan yang dimiliki siswa tidak hanya dari hasil ulangan tetapi dari kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran di kelas.
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara, tes hanya salah satunya. Itulah hakekat penilaian yang sebenarnya. Jadi dengan adanya penilaian selama proses pembelajaran selain ulangan, siswa semakin tertarik dengan pembelajaran model kontektual atau CTL karena mereka memperoleh nilai tambahan dari kegiatan pembelajarannya di kelas yang dapat mempengaruhi nilai akhirnya.
Dengan mengacu pada asas-asas pendekatan CTL maka dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan CTL peran guru sangatlah penting dalam merangsang siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan, mempermudah pemahaman siswa dengan model-model, sehingga siswa dapat menemukan konsep sendiri menggunakan fakta – fakta yang ada dengan jalan bertanya dalam masyarakat belajar yang diciptakan yang digunakan sebagai model untuk merefleksikan konsep yang didapat sehingga hasil yang didapat adalah hasil yang nyata melalui proses penemuannya sendiri. Pada pembelajaran matematika, guru bisa menggunakan media pembelajaran yang dapat membantu siswa memahami materi sehingga mereka pada akhirnya bisa menemukan inti dari materi tersebut.
E. Pendekatan pengajaran yang menggunakan atau berasosiasi dengan CTL
a) Pembelajaran berdasar masalah (problem-based learning (PBL)), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
b) Pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok pembelajaran kecil dimana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
c) Pembelajaran berdasar project (project-based learning), yaitu suatu pendekatan yang yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruksi atau membangun pembelajarannya (pengetahuan dan keterampilan baru), dan mencapai hasil puncak yang nyata.
d) Pembelajaran pelayanan (service learning), yaitu pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui proyek atau tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
e) Pembelajaran berdasar kerja (work-based learning), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi ajar dan menggunakannya kembali di tempat kerja. (Berns and Ericson, 2001: 3-4).
Pada intinya, pendekatan pembelajaran kontekstual menuntut siswa untuk aktif dalam memahami pengetahuan yang diberikan guru dengan mengaitkannya dalam konteks kehidupan sehari-hari. Tugas guru disini sebagai fasilitator yang merangsang siswa untuk menemukan dan memahami materi yang diajarkan.

F. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Karakteristik pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.

• Kerjasama
• Saling menunjang
• Menyenangkan,tidak membosankan
• Belajar dengan bergairah
• Pembelajaran terintegrasi
• Menggunakan berbagai sumber
• Siswa aktif
• Sharing dengan teman
• Siswa kritis guru kreatif
• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
• Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

Dalam pendekatan CTL ini, hal-hal yang diusungnya adalah pembelajaran yang mengharapkan siswa aktif baik dalam bekerja sama maupun kritis untuk menemukan sendiri dengan cara bertanya ataupun dari berbagai sumber, pembelajaran tidak membosankan, serta menuntut guru yang kreatif menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. Apalagi pada pembelajaran matematika yang cenderung membosankan jika guru tidak bisa menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi siswa, CTL adalah strategi alternatif yang baik bagi guru untuk membuat pembelajaran makin menyenangkan karena berkaitan dengan kehidupan nyata dan pengalaman-pengalaman mereka sehari-hari.


G. Peran Guru dalam CTL
Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Menurut Bobbi Deporter ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tive visual, auditorial dan kinestis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, sedang tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya, dan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru dituntut untuk dapat memahami karakteristik belajar siswa sehingga siswa dapat belajar dengan gayanya masing-masing. Dalam pembelajaran konvensional, guru sering lupa memperhatikan hal ini. Sehingga yang terjadi adalah apa yang dikatakan Oleh Paulo Freire sebagai pemaksaan kehendak.Sehubungan dengan itu, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru ketika akan menerapkan model belajar pembelajaran kontekstual, yakni :
1. Siswa harus dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
2. setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan
3. belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui
4. belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.
Dengan memperhatikan hal-hal diatas maka tugas guru adalah guru tidak bertindak sebagai penguasa dalam sebuah pembelajaran, namun ia berperan sebagai pembimbing siswa dalam membimbing mereka sesuai dengan level perkembangannya, guru berperan sebagai pemilih objek baru dan menantang yang akan dipelajari oleh siswa. Tugas guru adalah untuk mengaitkan informasi yang telah ada pada siswa dengan hal baru yang ia pelajari.
Sekarang ini pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan. Ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu. Guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar.
Jadi, peran guru dalam pembelajaran sangatlah penting, untuk menghasilkan siswa yang aktif dan berprestasi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan akan tetapi peran guru terlebih dahulu dalam menerapkan strategi dan mempunyai wawasan yang luas supaya siswa paham akan pelajaran yang disampaikan, merangsang supaya siswa aktif dan membuat pembelajaran makin menyenangkan. Dengan demikian, siswa mudah mencerna apa yang diajarkan dan menjadi siswa yang aktif dan berprestasi. Yang nantinya diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain, kreatif dalam mencari solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
H. Pola Pembelajaran CTL
Untuk mencapai tujuan kompetensi, guru menerapkan strategi pembelajaran sebagai berikut:
1. Pendahuluan
2. Inti
3. Penutup
Pada CTL untuk mendapatkan kemampuan pemahaman konsep, anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata di masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan. Untuk itu ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1. CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
2. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.
Dalam pola pembelajaran CTL, materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain. Siswa dituntut untuk aktif dan kreatif mencari sendiri tidak hanya dikelas tetapi dilingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, tugas gurulah bagaimana caranya merangsang siswa untuk menjadi orang yang aktif tersebut.
I. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
Berikut perbedaan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan tradisional.
Kontekstual
1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
1. Menyandarkan pada hapalan
2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
Ada banyak model-model pembelajaran yang dapat dilakukan dan diaplikasi oleh guru di dalam proses pembelajaran mata pelajaran yang diasuhnya. Model-model pembelajaran tersebut jelas untuk menganulir atau menghilangkan kesan pembelajaran tradisional. Memang tidak pula kita pungkiri bahwa model pembelajaran tradisional tidaklah mungkin untuk kita tinggalkan dalam pembelajaran. tetapi penggunaan model pembelajaran tradisional ini sebaiknya hanya terbatas untuk membuka atau penyampaian awal saja, sehingga siswa memahami persoalan yang akan dipelajari mereka.
Bagaimana merubah paradigma pembelajaran yang selama ini guru mutlak mentransfer ilmu dan membosankan serta kondisi siswa pasif, guru lebih mendominasi proses pembelajaran, sehingga siswa terkesan tidak aktif dan kreatif.
Sekarang ada kecenderungan proses pembelajaran lebih difokuskan kepada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alami. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.


J. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan penilaiannya. Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
Secara umum tidak ada perbedaan tentang format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai, sedangkan pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Bagaimana cara guru membuat skenario pembelajaran agar dapat memasukkan konteks kehidupan siswa kedalam materi yang akan diajarkan. Oleh sebab itu, dibutuhkan guru yang berwawasan luas yang mampu mengaitkan materi dengan kehidupan nyata atau pengalaman siswa.
K. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
a) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
b) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
c) Ciptakan masyarakat belajar.
d) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
e) Lakukan refleksi di akhir pertemuan
f) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual ini diperlukan tahapan-tahapan yang perlu dipersiapkan secara matang. Adapun tahapan-tahapan tersebut yaitu :
1) Mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan.
2) Mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari.
3) Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan kehidupan siswa.
4) Menyusun persiapan proses KBM yang telah memasukkan konteks dengan materi pelajaran.
5) Melaksanakan proses BM kontekstual.
6) Melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari siswa.
Bagaimana Melaksanakan Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual
Beberapa hal yang perlu disiapkan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, yaitu antara lain sebagai berikut.
a. Guru hendaknya menyiapkan materi yang dapat membangun kemampuan berpikir dan berargumentasi yang dapat dipakai siswa selamanya.
b. Kebanyakan soal dapat diselesaikan lebih dari satu solusi atau penyelesaian atau strategi. Untuk itu, guru hendaknya dapat mendiskusikan perbedaan solusi/penyelesaian/strategi untuk memutuskan mana yang terbaik untuk soal itu. Dalam diskusi guru perlu menanyakan kepada siswa tertentu untuk menjelaskan idenya dan dilain pihak siswa yang lain diminta mendengarkan dan menganalisa jawaban temannya.
c. Siswa secara individu atau kelompok, diusahakan dapat bekerja untuk mendapatkan kesempatan lebih banyak menjelaskan pikiran dan pengertiannya.
d. Kemampuan guru untuk membuat suatu iklim dimana siswa mau berpikir dengan cara baru dan mengkomunikasikan apa yang dihasilkan adalah kunci sukses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual atau realistik. Jika guru menghargai perbedaan jawaban siswa, maka siswa akan respek untuk mencoba idenya. Peran guru adalah memberi semangat atau memotivasi terjadinya interaksi atau pertukaran ide di antara siswa. Jika mereka kesulitan di kelompoknya, maka diskusi kelas akan membantu.
Sebenarnya inti mendasar dari pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan atau situasi nyata mereka sehari-hari. Dengan pendekatan ini diharapkan proses belajar mengajar akan lebih konkrit, realistis dan lebih bermakna. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya , hal ini perlu sokongan dari guru untuk merangsang semua itu.

L. Contoh Proses Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual
Setelah mengetahui apa itu pembelajaran kontekstual akan lebih baik kita mengetahui contoh konkrit bagaimana penerapan proses pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual. Dibawah ini contoh penerapan pembelajaran matematika dengan membedakan bagaimana biasanya guru pasif, guru aktif, dan guru realistik mengajarkannya.

Contoh : Pembelajaran Pengukuran
Kompetensi Dasar (KD): ”Menghitung luas persegi dan persegi panjang”. KD ini dapat dibuat dalam dua rancangan kegiatan pembelajaran, yaitu: (1) menghitung luas persegi panjang; dan (2) menghitung luas persegi. Dalam contoh akan diambil rancangan kegiatan yang pertama yaitu ’menghitung luas persegi panjang’. Konsep luas ini, akan dibangun melalui beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1) Mengaitkan konsep luas dengan bentuk-bentuk tak beraturan disekitar siswa;
2) Penggunaan berbagai strategi dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual;
3) Menggunakan berbagai satuan pengukuran sebagai suatu strategi perhitungan;
4) Menggunakan kertas berpetak sebagai model;
5) Membingkai suatu bangun dengan persegi panjang;
6) Menemukan rumus luas persegi panjang; dan
7) Menentukan atau menghitung luas persegi panjang dengan rumus.
Maka dari KD di atas pada rancangan kegiatan yang pertama yaitu ’menghitung luas persegi panjang’ dapat ditentukan indikator pencapaiannya yaitu sebagai berikut.
1) Menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan luas persegi panjang
2) Menghitung luas persegi panjang dengan ukuran tidak baku
3) Menyebutkan pengertian luas dari suatu suatu daerah atau bangun datar
4) Menemukan rumus luas persegi panjang
5) Menentukan atau menghitung luas bangun berbentuk persegi panjang
Untuk contoh, hanya diambil dua indikator terakhir yaitu: Menemukan rumus luas persegi panjang dan menentukan atau menghitung luas persegi panjang. Penggalan proses pembelajaran akan dilakukan oleh guru yang pasif, guru yang aktif, dan guru yang realistik untuk pertama kalinya membelajarkan menemukan rumus dan menentukan atau menghitung luas persegi panjang pada siswa.
1. Guru Pasif
Guru yang pasif memulai pembelajaran menemukan rumus luas persegi panjang dengan menggambar atau memperlihatkan gambar di papan tulis kemudian memberikan penjelasan kepada siswanya bagaimana menemukan rumus persegi panjang, seperti contoh berikut.

Langkah-1
Dengan menunjukkan gambar persegi panjang alternatif-1, guru memberikan penjelasan pada siswa bahwa: ”Luas persegi panjang dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya persegi satuan yang ada dalam persegi panjang tersebut”.
Langkah-2
Guru menanyakan kepada siswa: ” Berapa banyak persegi satuan yang ada dalam persegi panjang?”. Dengan bahasa dan komunikasi guru dengan siswa, maka didapat jawaban siswa bahwa: ”Luas persegi panjang = 28 satuan luas”.
Langkah-3
Guru memberi penjelasan pada siswa bahwa: ” Luas persegi panjang dapat diperoleh dengan mengalikan panjang dan lebarnya atau Luas = panjang x lebar”

2. Guru aktif
Guru yang aktif memulai pembelajaran menemukan rumus luas persegi panjang dengan menggambar atau memperlihatkan gambar di papan tulis, seperti contoh berikut.

Langkah-1
Guru memberikan penjelasan pada siswa bahwa: ”Luas persegi panjang dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya persegi satuan yang ada dalam persegi panjang tersebut”.
Langkah-2
Untuk menuju ke konsep rumus luas persegi panjang, guru dapat memberikan lembar kerja pada siswa: ”Selesaikan Lembar Kerja (LK) berikut secara berkelompok”.

Amatilah satu persatu gambar persegipanjang-persegipanjang diatas, kemudian lengkapilah tabel berikut.

Perhatikan hasil yang terdapat pada kolom L dan kolom p x l, maka dapat disimpulkan luas persegipanjang adalah:

Langkah-3
Guru dengan menggunakan peragaan memperjelas rumus luas persegi panjang yang ditemukan siswa dari lembar kerja yang diberikan guru.

Luas persegi panjang = 7 x 4 satuan persegi = 28 satuan persegi
Maka Luas Persegi Panjang = panjang x lebar

3. Guru Realistik
Guru yang realistik memulai pembelajaran menemukan rumus luas persegi panjang dengan memberikan masalah kontekstual pada siswa untuk diselesaikan secara bekelompok, seperti contoh berikut.
Langkah-1
Guru mengajak siswa menghitung luas lantai yang dibatasi dengan tali membentuk persegi panjang dengan menghitung banyaknya ubin yang dbatasi oleh tali tersebut, contoh:

Langkah-2
Guru dapat menggambarkan persegi panjang yang di lantai pada papan tulis atau guru menggambarkannya pada lembar kertas yang telah disiapkan guru sebelumnya. Selanjutnya siswa disuruh menghitung luas persegi panjang apabila 1 ubin merupakan satu satuan luas.

Langkah-3
Guru memberikan kebebasan pada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri untuk mendapatkan luas persegi panjang. Kemudian guru meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan jawabannya di papan tulis dan sekaligus mengkomunikasikan dengan kelompok lain dari mana jawaban tersebut diperoleh atau alasannya mendapatkan jawaban tersebut. Maka alternatif jawaban siswa adalah sebagai berikut.
Alternatif-1
Dengan membilang satu persatu persegi satuan, maka diperoleh jawaban siswa:
Luas = 40 satuan luas
Alternatif-2
Dengan menjumlah persegi satuan pada tiap-tiap kolom, maka diperoleh jawaban siswa: Luas = (5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5) satuan luas = 40 satuan luas
Alternatif-3
Dengan menjumlah persegi satuan pada tiap-tiap baris, maka diperoleh jawaban siswa: Luas = (8 + 8 + 8 + 8 + 8) satuan = 40 satuan luas
Alternatif-4
Dengan menjumlah persegi satuan pada tiap-tiap baris, kemudian siswa mengubahnya dalam kalimat perkalian, maka diperoleh jawaban siswa: Luas = 5 x 8 = 40 satuan luas (8 nya ada 5 dituliskan 5x8 dan 40 diperoleh dari hasil perhitungan banyaknya persegi satuan pada persegi
panjang)
Alternatif-5
Dengan langsung mengalikan banyaknya kolom dan baris atau mengalikan baris dan kolom,maka diperoleh jawaban siswa:
Luas = 8 x 5 = 40 satuan luas atau Luas = 5 x 8 = 40 satuan luas
Luas = (8 + 8 + 8 + 8 + 8) satuan luas = 40 satuan luas
Langkah-4
Guru harus dapat menyikapi jawaban siswa yang salah maupun yang benar. Apabila jawaban siswa salah guru tidak boleh langsung menyalahkan tetapi harus melihat alasan jawaban dari siswa, baru dari jawaban siswa ini siswa digiring atau dimotivasi kepada jawaban yang
benar.
Untuk alternatif semua jawaban yang benar seperti contoh di atas, maka guru membenarkan semua jawaban, kemudian guru memberi kesempatan berpikir siswa dari semua alternatif jawaban yang benar,
jawaban mana yang paling mudah dan gampang dikerjakan. Guru perlu mendengarkan jawaban siswa dan memberikan gambaran pada siswa yang bisa menjadi pertimbangan pada siswa. Sebagai contoh: ”Andaikan kita disuruh menghitung luas ruangan kelas kita yang diketahui panjang dan lebarnya, apakah kita harus menghitung satu persatu ubin yang ada? (sambil menunjuk jawaban alternatif-1) atau kita harus banyaknya ubin untuk setiap baris dan kolomnya? (sambil menunjuk jawaban alternatif 2 dan 3). Bagaimana dengan jawaban pada
alternatif-4?”. Guru kemudian memperluas permasalahan: ”Bagaimana kalau kita disuruh menghitung luas halaman sekolah atau luas ruang kelas sekolah kita?”. Nah tentunya untuk mempermudah kita menghitungnya kita perlu mencari cara, yaitu dengan menemukan cara
atau rumus menghitung luas persegi panjang atau persegi (ini merupakan cara guru membawa siswa dari matematika horisontal kepada matematika vertikalnya).
Langkah-5
Bertitik tolak dari jawaban siswa (jawaban alternatif-1, 2 dan 3), guru mengajak siswa menemukan rumus luas persegi panjang. Sebagai contoh seperti berikut ini.

Luas = 40 satuan luas, dapat dipe-roleh dari mengalikan banyaknya satuan panjang dengan satuan lebar, maka diperoleh rumus luas persegi panjang adalah:

Catatan:
Untuk menemukan rumus luas persegi panjang, setelah langkah 1 s.d. 5 guru realistik dapat memberikan lembar kerja yang digunakan guru aktif pada langkah-2 dan 3.

Langkah selanjutnya, untuk mencapai indikator ke-2 yaitu: ”menentukan atau menghitung luas persegi panjang”, guru pasif, guru aktif, maupun guru realistik dapat memberikan lembar tugas kepada siswa untuk diselesaikan.

Dari contoh diatas dapat dibedakan bahwa guru yang pasif memberikan pembelajaran hanya sekedar mentransfer ilmu dan membosankan serta kondisi siswa pasif, guru lebih mendominasi proses pembelajaran, sehingga siswa terkesan tidak aktif dan kreatif. Guru yang kreatif pada awalnya guru mentransfer ilmu dan agar tidak membosankan, guru tersebut memberikan ‘lembar kerja siswa’ secara berkelompok dan terkadang menjelaskannya menggunakan media pembelajaran.
Sedangkan guru yang realistik, menjelaskan konsep-konsep awal materi diawal-awal pembelajaran saja untuk memberikan pemahaman awal siswa. Kemudian guru menciptakan lingkungan belajar yang alamiah yang selalu berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Guru memberikan rangsangan-rangsangan untuk menumbuhkan keaktifan siswa menemukan inti pembelajaran dengan cara mereka sendiri dan akhirnya mereka bisa menyimpulkan inti materi yang disampaikan. Selain pembelajarannya sangat menyenangkan, siswa mudah paham dengan maeri yang disampaikan karena berkaitan dengan apa yang mereka alami setiap hari. Guru yang realistik inilah contoh guru yang menerapkan pembelajaran kontekstual.

KESIMPULAN
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka akan lebih paham dengan apa yang disampaikan karena mereka pernah mengalaminya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari.
Dengan mengacu pada asas-asas pendekatan CTL, bahwa dalam pendekatannya peran guru sangatlah penting dalam merangsang siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan, mempermudah pemahaman siswa dengan model-model, sehingga siswa dapat menemukan konsep sendiri menggunakan fakta – fakta yang ada dengan jalan bertanya dalam masyarakat belajar yang diciptakan yang digunakan sebagai model untuk merefleksikan konsep yang didapat sehingga hasil yang didapat adalah hasil yang nyata melalui proses penemuannya sendiri.
Dalam pola pembelajaran CTL, materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain. Siswa dituntut untuk aktif dan kreatif mencari sendiri tidak hanya dikelas tetapi dilingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, tugas gurulah bagaimana caranya merangsang siswa untuk menjadi orang yang aktif tersebut.
Pada penerapannya, guru yang pasif memberikan pembelajaran hanya sekedar mentransfer ilmu dan membosankan serta kondisi siswa pasif, guru lebih mendominasi proses pembelajaran, sehingga siswa terkesan tidak aktif dan kreatif. Guru yang kreatif pada awalnya mentransfer ilmu dan agar tidak membosankan, guru tersebut memberikan ‘lembar kerja siswa’ secara berkelompok dan terkadang menjelaskannya menggunakan media pembelajaran. Sedangkan guru yang realistik, menjelaskan konsep-konsep awal materi diawal-awal pembelajaran saja untuk memberikan pemahaman awal siswa. Kemudian guru menciptakan lingkungan belajar yang alamiah yang selalu berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Guru memberikan rangsangan-rangsangan untuk menumbuhkan keaktifan siswa menemukan inti pembelajaran dengan cara mereka sendiri dan akhirnya mereka bisa menyimpulkan inti materi yang disampaikan. Selain pembelajarannya sangat menyenangkan, siswa mudah paham dengan maeri yang disampaikan karena berkaitan dengan apa yang mereka alami setiap hari. Guru yang realistik inilah contoh guru yang menerapkan pembelajaran kontekstual.

DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi. 2008. Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran.

3.10.2010

Sistem dan Struktur Organisasi Sekolah



BAB 2 PEMBAHASAN

A. SISTEM DAN STRUKTUR ORGANISASI DEPDIKNAS
Departemen Pendidikan Nasional atau disingkat Depdiknas adalah salah satu departemen dalam pemerintahan Indonesia. Departemen ini menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran di seluruh Indonesia. Depdiknas sebelumnya pernah bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang biasa disingkat dengan nama Departemen P & K. Ketika Nugroho Notosusanto menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, nama ini disingkat menjadi Depdikbud. Perubahan nama menjadi Departemen Pendidikan Nasional dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid.

1. Unsur dan Struktur Organisasi DEPDIKNAS

Kebijakan di bidang kelembagaan diarahkan pada penataan dan rasionalisasi kelembagaan dalam rangka membentuk organisasi yang efisien, rasional, dan proporsional (rigthsizing) sehingga dapat diwujudkan kelembagaan departemen yang ramping, efektif, efisien, dan responsif terhadap berbagai perubahan.
Dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut masih ditemui berbagai kendala dan permasalahan, antara lain masih digunakannya pendekatan struktural dalam pembentukan organisasi; masih terdapat benturan dan tarik-menarik kewenangan baik antarunit organisasi di lingkungan departemen maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain itu, tantangan yang dihadapi dalam penataan kelembagaan antara lain adalah sangat cepatnya perubahan tuntutan lingkungan strategis seringnya terjadi perubahan kebijakan kelembagaan pemerintah, dan berbagai perubahan kebijakan pemerintahan lainnya yang cukup berdampak pada perubahan kelembagaan di lingkungan departemen.
Sehubungan dengan hal tersebut strategi penataan kelembagaan di lingkungan Depdiknas diarahkan pada penataan unit organisasi di lingkungan departemen yang mencakup unit utama, pusat, perguruan tinggi, kopertis dan unit pelaksana teknis sesuai dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan lingkungan/stakeholder. Untuk itu, kegiatan yang dilakukan meliputi kajian dan evaluasi terhadap unit organisasi dalam rangka pembentukan, penataan dan penutupan organisasi, penyempurnaan tugas dan fungsi, penyusunan rincian tugas unit organisasi serta penyusunan pedoman model-model organisasi pengelola pendidikan di daerah.
Dalam rangka pembentukan, penataan dan penutupan unit organisasi dilakukan berbagai kegiatan kajian yang meliputi studi kelayakan yang mencakup analisis terhadap lingkungan strategis baik internal maupun eksternal, pengukuran beban kerja, serta kajian terhadap visi dan misi serta tugas dan fungsi unit organisasi.
Analisis lingkungan strategis diperlukan untuk mendeteksi dan merespon perubahan lingkungan suatu organisasi yang berdampak kepada masa depan, sedangkan beban kerja digunakan untuk menentukan besaran organisasi sesuai dengan beban tugas yang dipikul oleh unit kerja/organisasi yang bersangkutan.
Kajian terhadap visi dan misi serta tugas dan fungsi organisasi diperlukan untuk mengetahui operasionalisasi tugas dan fungsi organisasi tersebut dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan.
Selain kajian terhadap berbagai hal tersebut, dalam pembentukan, penataan, dan penutupan organisasi disusun pula prosedur/mekanisme yang harus dilalui dalam pembentukan, penataan, dan penutupan organisasi tersebut yang menghasilkan pedoman bagi setiap unit organisasi. Penetapan unit organisasi dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi yang berwenang, antara lain Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Keuangan, dan Presiden.
Dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 telah dilakukan penataan terhadap organisasi unit utama di lingkungan departemen. Sesuai dengan Peraturan Presiden tersebut, susunan unit organisasi di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional meliputi :
1. Sekretariat Jenderal, terdiri dari : 5 Biro, 20 Bagian, dan 61 Subbagian;
2. Inspektorat Jenderal, terdiri dari 4 Inspektorat, 1 Sekretariat Inspektorat Jenderal, 4 Bagian, dan 12 Subbagian;
3. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, terdiri dari 5 Direktorat, 1 Sekretariat Direktorat Jenderal, 20 Subdirektorat, 40 Seksi, dan 4 Bagian, 17 Subbagian;
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, terdiri dari 4 Direktorat, 1 Sekretariat Direktorat Jenderal, 16 Subdirektorat, 32 Seksi, 4 Bagian, dan 16 Subbagian;
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, terdiri dari 4 Direktorat, 1 Sekretariat Direktorat Jenderal, 16 Subdirektorat, 28 Seksi, 4 Bagian, dan 16 Subbagian;
6. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, terdiri dari 4 Direktorat, 1 Sekretariat Direktorat Jenderal, 16 Subdirektorat, 32 Seksi, 4 Bagian, dan 16 Subbagian;
7. Badan Penelitian dan Pengembangan, terdiri dari 4 Pusat, 1 Sekretariat Badan, 12 Bidang, 6 Bagian, dan 6 Subbagian; serta
8. Pusat-pusat, terdiri dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Pusat Grafika Indonesia, Pusat Perbukuan, Pusat Bahasa, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan, Pusat pengembangan Kualitas Jasmani, dan Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat.


2. Struktur Organisasi Vertikal Depertemen Pendiddikan dan Kebudayaan

Secara keseluruhan tugas pokok instansi vertiakal Depdibud dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0173/O/1983.

a) Tingkat Provinsi
Kantor Wilayah Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi mempunyai fungsi diantaranya sebagai berikut :
a) Membina dan mengurus pendidikan dasar serta usaha wajib belajar
b) Membina dan mengurus pendidikan menengah umum.
c) Membina dan mengurus pendidikan menengah kejuruan.
d) Membina dan mengurus pendidikan guru.
e) Membina dan mengurus pendidikan masyarakat.
f) Membina dan mengurus keolahragaan.
g) Membina dan mengurus kesenian.
h) Membina dan mengurus permuseuman, keperbukalaan,dan peninggalan nasional.
i) Membina dan mengurus kesejarahan dan nilai tradisional.
j) Membina penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
k) Membarikan layanan teknis dan administratif kepada semua unsur dilingkungan kantor wilayah.
Kantor Wilayah Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan terdiri dari :
a) Koordinator Urusan administrasi
b) Bagian Tata Usaha
c) Bagian Perencanaan
d) Bagian Kepegawaian
e) Bagian Keuangan
f) Bagian Perlengkapan
g) Bidang Pendidikan Dasar
h) Bidang Pendidikan Menengah Umum
i) Bidang Pendidikan Menengah Kejuruan
j) Bidang Pendidikan Guru
k) Bidang Pendidikan Masyarakat
l) Bidang Pendididkan Generasi Muda
m) Bidang Keolahragaan
n) Bidang Kesenian
o) Bidang Permuseuman dan Keperbukalaan
p) Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional
q) Pengawas

b) Tingkat Kabupaten/Kotamadya
Kantor Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Membina dan mengurus taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah luar biasa dan usaha wajib belajar.
b) Membina dan mengurus pendidikan masyarakat, kegiatamn pembinaan generasi muda termasuk pembinaan kegiatan kesiswaan dan keolahragaan.
c) Membina dan mengurus kegiatan pengembangan kebudayaan.
d) Memberikan layanan teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Kantor Depertemen Pendidikaan dan Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya.
Kantor Deperemen Pendiddikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya terdiri :
a) Sub-bagian tata usaha
b) Sub-bagian penyusunan rencana dan program
c) Sub-bagian kepegawaian
d) Sub-bagian keuangan
e) Sub-bagian perlengkapan
f) Seksi pendidikan dasar
g) Seksi pendidikn masyarakat
h) Seksi pembinaan generasi muda dan keolahragaan
i) Seksi kebudayaan

c) Tingkat Kecamatan
Kantor Depertemen Pendiddikan dan Kebudayaan Kecamatan mempunyai tugas melakukan sebagian tugas kantor Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kotamadya di kecamatan yang bersangkutan. Untuk menyeleggarakan tugas tersebut maka Depertemen Pendidikn dan Kebudayaan Kecamatan mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Membina dan mengurus taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah luar biasa dan usaha wajib belajar.
b) Membina dan mengurus pendidikan masyarakat, kegiatamn pembinaan generasi muda termasuk pembinaan kegiatan kesiswaan dan keolahragaan.
c) Membina dan mengurus kegiatan pengembangan kebudayaan.
d) Melakukan urusan tata usaha dan keuangan, pengumpulan data dan statistik kepegawaian dan perlengkapan di lingkungan kanto Depertemen pendidikan dan Kebudayaan.
Kantor Depertemen Pendiddikan dan Kebudayaan Kecamatan dilengkapi dengan :
a) Urusan tata usaha
b) Urusan data dan statistik
c) Urusan kepegawaian
d) Urusan perlengkapan
e) Beberapa penilik taman kanak-kanak dan sekolah dasar
f) Seorang penilik pendidikan masyarakat
g) Seorang penilik pembinaan generasi muda
h) Seorang penilik keolahragaan
i) Seorang penilik kebudayaan

d) Tingkat sekolah
Unsur-unsur yang terdapat dalam organisasi sekolah adalah :
a) Unsur kepemimpinan
Unsur kepemimpinan di sekolah terdiri dari kepala sekoalh dan wakil kepala sekolah. Adapun tugas kepala sekolah adalah : (a). Merencanakan, menyusun, membimbing,dan mengawasi kegiatan admnistrasi pendidikan sesuai dengan kebikjakan yang telah ditetapkan. (b). Mengintegrasi dan mengkoordinasi kegiatan dari unit-unit kerja yang ada dilingkungan sekolah. (c). Menjalin hubungan dan kerja sama dengan orang tua siswa, lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat. (d). Melaporkan pelaksanaan dan hasil-hasil pelaksanaan kegaiatan admnistrasi di sekolah kepada atasannya langsung. Sedangkan tugas wakil kepala sekolah antara lain adalah membantu kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dam mewakili kepala sekolah apabila kepala sekolah berhalangan.
b) Unsur tata usaha
Kegiatan tata usaha ini antara lain meliputi pekejaan surat-menyurat dan kearsipan,pelaksanaan pengusulan pegawai, pengurusan kenaikan pangkat, kesejahteraan pegawai.
c) Unsur urusan
Unsur urusan merupakan bgian dari organisasi sekolah yang dijabat oleh guru, tugasnya adalah membantu penyelenggaraan kegiatan administrasi pendidikan sekolah dalam bidang-bidang pengajaran,kesiswaan, bimbingan dan penyuluhan, pengabdian dan kurikuler
d) Unsur instalasi
Instalasi membantu kegiatan administrasi pendidikan disekolah dengan jalan menyediakan layanan penunjang kegiatan belajar-mengajar disekolah. Unsur instalasi ini meliputi perpustakaaan, laboratorium, bengkel kerja (workshop) sera asrama.
e) Unsur pelaksana
Unsur pelaksana secara langsung melaksanakan proses belajar-mengajar disekolah. Unsur pelaksana ini meliputi ketua jurusan, guru bidang studi, guru kelas dn wali kelas.
f) Siswa
Siswa merupakan fokus kegiatan layanan disekolah. Dikatakan demikian karena semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap unsur dalam organissasi sekolah bermuara pada siswa sebagai peserta didik.
B. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
1. Tujuan dan Isi Program Pendidikan Guru
Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan (LPTK) merupakan lembaga penghasil guru di Indonesia, yang sangat berperan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Karena pekerjaan guru merupakan pekerjaan professional, maka tujuan pendidikan prajabatan guru juga sejalan dengan kerangka tujuan pendidikan professional lainnya. Tujuan pendidikan guru adalah membentuk kemampuan untuk :
a. Melaksanakan tugas, yang mempunyai komponen mengenal apa yang harus dikerjakan, menguasai cara bagaimana setiap aspek dan tahap tugas tersebut harus dikerjakan, serta menghayati dengan rasional mengapa suatu bagian tugas dilaksanakan dengan satu cara dan tidak dengan cara kita.
b. Mengetahui batas-batas kemampuannya sendiri, serta siap dan mampu menemukan sumber yang dapat membantu mengatasi keterbatasannya itu (T. Raka Joni, dalam semiawan, dkk., 1991).
Lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan hendaknya memiliki perangkat kemampuan yang diperlukan untuk memberikan layanan professional. Menurut T. Raka joni (1991) tujuan pendidikan prajabatan guru adalah sebagai berikut :
a. Penguasaan Bahan Ajar
Ada dua hal pokok dalam tujuan ini. Pertama, meliputi penguasaan secara utuh bidang ilmu sumber ajaran dari segi konsep-konsep dasarnya, metodelogi penelitian, dan pengembangan maupun filosofinya. Kedua, meliputi penguasaan isi bahan ajaran sekolah, sasaran, baik cakupan, tata urutan, cara, maupun bentuk presentasinya guna keperluan pengajaran.
b. Penguasaan Teori dan Keterampilan Keguruan
Hal ini meliputi (a) pengertian dan pemahaman yang berkaitan dengan falsafah dan ilmu kependidikan termasuk ilmu-ilmu penunjangnya, dan (b) penguasaan prinsip dan prosedur keguruan yang berkaitan dengan bahan ajaran yang akan dibina.
c. Pemilikan Kemampuan Memperagakan Unjuk Kerja
Kemampuan yang dimaksud ini adalah kemampuan mengelola kegiatan belajar-mengajar dibidang mata ajaran spesialisai, yang melibatkan kelompok murid yang setara dengan kelompok yang akan diajarkan kelak.
d. Pemilikan Sikap, Nilai, dan Kepribadian
Pemilikan sikap, nilai, dan kecenderungan kepribadian yang menunjang pelaksanaan tugas-tugas sebagai guru (pendidik).
e. Pemilikan Kemampuan Melaksanakan Tugas Profesional Lain dan Tugas Administratif Rutin
Pemilikan kemampuan melaksanakan tugas-tugas profesional lain dan tugas-tugas administratif rutin dalam rangka pengoperasian sekolah, disamping kemampuan ambil bagian didalam kehidupan kesejawatan di lngkungan sekolah.
Pada hakikatnya ada delapan kategori pengetahuan yang tercakup dalam kurikulum lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (Soedijarto, 1990). Delapan kategori itu adalah :
a) Pengetahuan tentang objek belajar, yaitu pengetahuan tentang disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan dan materi bidang studi.
b) Pengetahuan tentang belajar, yaitu pengetahuan tentang karakteristik pelajar.
c) Pengetahuan tentang lingkungan sosial-budaya tempat brlangsungnya proses belajar-mengajar.
d) Pengetahuan dan penghayatan tentang sistem nilai dan dasar filsafat bangsa dan Negara.
e) Pengetahuan tentang proses perubahan tingkah laku manusia, khususnya pelajar, melalui berbagai proses belajar.
f) Pengetahuan penguasaan berbagai teknk penyajian informasi, teknik memimpin proses belajar, dan teknik perencanaan proses belajar-mengajar.
g) Pengetahuan penguasaan berbagai teknik pengumpulan data dan pemanfaatan informasi.
h) Pengetahuan tentang kedudukan system pendidikan sebagai bagian terpadu dari sistem sosial-negara.
Pada dasarnya isi program pendidikan prajabatan guru terdiri atas unsur: (a) bidang umum, yang berlaku bagi segenap program pendidikan tinggi, (b) bidang kependidikan, yaitu kemampuan yang dituntut bagi seluruh tenaga kependidikan, tidak peduli bidang spesialisnya, (c) bidang ilmu yang akan diajarkan atau dilakukan sebagai profesi lulusan kelak, dan (d) teori dan keterampilan keguruan. Isi program tersebut merupakan ciri khas pendidikan profesional prajabatan guru terutama tiga unsur yang terakhir dijembatani oleh pengalaman lapangan yang mempertemukan penguasaan bidang ilmu yang diajarkan dengan teori dan keterampilan keguruan dengan sasaran kinerjanya sebagai tenaga keguruan.
Mata kuliah yang diberikan di LPTK ditujukaan untuk memberikan pengalaman kepada calon kependidikan agar mereka mempunyai kompetensi seperti yang telah ditentukan. Mata kuliah ini dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1) Kelompok Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU)
Mata kuliah ini memberikan kemampuan yang secara umum harus dimiliki oleh seluruh lulusan perguruan tinggi di Indonesia.
2) Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK)
Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK) bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa calon guru untuk mempelajari ilmu dan praktek keguruan, dan ilmu-ilmu lain yang menunjang profesi keguruan.
3) Kelompok Mata Kuliah Bidang Studi (MKBS)
Mata Kuliah Bidang Studi (MKBS) mengarahkan pengalaman belajar kepada penguasaan sosok (isi, metodologi, dan filosofi) bidang ilmu tertentu yang akan diajarkan calon tenaga kependidikan kepada siswanya kelak.
4) Kelompok Mata Kuliah Proses Belajar-Mengajar (MKPBM)
Mata Kuliah Proses Belajar-Mengajar (MKPBM) diarahkan untuk membentuk kemampuan keguruan, baik yang bersifat umum dalam bentuk prinsip dan pendekatan yang berlaku untuk keperluan pengajaran, maupun yang bersifat khusus, yaitu teknik serta prosedur yang erat kaitannya dengan hakikat isi bahan ajaran tertentu. Oleh karena itu, pengalaman belajar MKPBM ini mencakup kegiatan pemahaman teoritik dan latihan untuk pembentukan keterampilan.

2. Kriteria LPTK Penyelenggara Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan
Lembaga penyelenggara PPG sesuai Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, Pasal 11 ayat 2 adalah perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang memenuhi persyaratan akreditasi dan ditunjuk oleh pemerintah. Secara rinci, kriteria LPTK penyelenggara Pendidikan Profesi Guru (PPG) prajabatan adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggara Program PPG
Pendidikan profesi guru (PPG) adalah program pendidikan yang berada di LPTK, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh jurusan dan atau program studi yang terkait/relevan.
b. Pengelola Program PPG
PPG dikelola oleh Ketua dan/atau Sekretaris program studi yang ada.
c. Peringkat Akreditasi BAN-PT
Penyelenggara PPG adalah program pendidikan S-1 sesuai dengan program pendidikan profesi yang diselenggarakan minimal terakreditasi B.
d. Ketaatan azas dalam penyelenggaraan perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundangan.
LPTK tidak menyelenggarakan program yang bertentangan dengan
kebijakan Ditjen Dikti, seperti kelas jauh, program studi tanpa ijin, kelas Sabtu-
Minggu, tidak sedang dikenai sanksi Ditjen Dikti, atau melakukan
pemendekan/pemampatan masa studi.
e. Komitmen LPTK dalam memberikan laporan evaluasi diri berdasar fakta,
melakukan analisis dan pengembangan program ke depan.

f. Keberadaan dan kualitas Sumber Daya Manusia
a) Memiliki tenaga pengajar tetap 2 orang berkualifikasi doktor dan 4 orang berkualifikasi magister yang memiliki jabatan fungsional Lektor Kepala, dengan latar belakang pendidikan yang relevan dengan Program Pendidikan Profesi. Minimal salah satu jenjang pendidikan dosen tersebut berlatar belakang pendidikan bidang kependidikan.
b) Memiliki rasio jumlah dosen dan mahasiswa memadai sesuai ketentuan Ditjen Dikti.
c) Memiliki perencanaan pengembangan SDM ke depan yang mendukung keberlangsungan keberadaan program studi.
g. Kualitas sarana dan prasarana dalam pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang dimiliki:
a) Memiliki laboratorium micro teaching
b) Memiliki laboratorium bidang studi
c) Memiliki unit kerja yang melaksanakan program peningkatan dan
pengembangan pembelajaran (P3AI, PSB atau sejenisnya).
d) Memiliki koleksi pustaka yang relevan, jumlah yang memadai dan mudah diakses mahasiswa.
h. Program Pengalaman Lapangan (PPL)
a) Memiliki unit PPL yang berfungsi efektif
b) Memiliki sekolah laboratorium (minimal memiliki perencanaan untuk mendirikan sekolah laboratorium yang tertuang dalam Rencana Induk Pengembangan).
c) Memiliki jaringan kemitraan dengan sekolah-sekolah yang terakreditasi minimal B dan dituangkan dalam nota kesepahaman.
d) Memiliki dan melaksanakan program penugasan dosen ke sekolah (PDS).
i. Memiliki program penjaminan mutu yang berfungsi melaksanakan PPG sesuai standar kompetensi lulusan.
j. Mekanisme Pemberian Ijin Penyelenggaraan PPG melalui usulan seperti Program Hibah Kompetisi (PHK).


3. Membangun Kualitas Guru Menuju Pengembangan Pendidikan Bermutu
Perkembangan kebutuhan masyarakat atas SDM yang berkualitas secara perlahan tetapi pasti semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini sejalan dengan perkembangan tuntutan dunia kerja yang tidak hanya membutuhkan SDM yang berorientasi untuk kebutuhan dunia industri. SDM yang dibutuhkan saat ini adalah SDM yang memiliki kompetensi unggulan terutama dalam hal kemampuan berpikir. Dengan demikian kebutuhan SDM saat ini adalah SDM yang berorientasi kepada kerja pikiran.
Sejalan dengan pergerseran kebutuhan tersebut, restrukturisasi pendidikan haruslah dilakukan. Pendidikan tidaklah diarahkan hanya dalam mencetak tenaga kerja untuk industri melainkan juga tenaga kerja yang mengoptimalkan kemampuan berpikir dalam menjalankan pekerjaanya. Hal ini berarti bahwa pendidikan haruslah diarahkan pada upaya menciptakan situasi agar siswa mampu belajar dan memiliki kemampuan berpikir tahap tinggi Melihat kenyataan ini, jelaslah guru harus benar-benar memiliki karateristik unggul sehingga ia akan dapat melaksanakan misi barunya dalam proses pendidikan. Penciptaan guru berkarakteristik unggulan ini haruslah dilakukan baik pada saat guru menempuh proses pendidikan keguruan maupun pada saat ia sudah melaksanakan jabatannya sebagai tenaga pendidik.
 Membangun Program Pendidikan Guru yang Berkualitas
Guna dapat menciptakan pendidikan guru yang berkualitas, berdasarkan beberapa hasil penelitian Darling-Hammond. dan Bransford (Ed.) (2005: 394) menyatakan bahwa minimal ada tiga elemen penting dalam desain program pendidikan guru yang harus diperbaiki (dibuat berbeda dengan kondisi saat ini). Ketiga elemen tersebut adalah sebagai berikut.
a) Konten pendidikan guru, berkenaan dengan materi yang harus diberikan kepada para mahasiswa.
b) Proses pembelajaran, berkenaan dengan penyusunan kurikulum yang sejalan dengan kesiapan mahasiswa dan mendasar pada materi serta proses pembelajaran praktis yang mampu menimbulkan pemahaman mahasiswa melalui kreativitas aktifnya dalam kelas.
c) Konteks pembelajaran, yang berkenaan dengan penciptaan proses pembelajaran kontekstual guna mengembangkan keahlian praktis mahasiswa.
Sekait dengan pendapat di atas, Lang dan Evans (2006: 3) secara lebih gamblang menyatakan bahwa penciptaan program pendidikan bermutu dapat didasarkan atas esensi-esensi program pendidikan guru sebagai berikut.
a) Keberartian teori disertai pengalaman praktisnya.
b) Kerja sama antara perguruan tinggi dengan komunitas pendidikan lainnya.
c) Teori dan praktis dalam keterampilan generic dan refleksi serta diskusi tentang efektivitas keterampilan tersebut.
d) Memberikan penekanan proses pada bagaimana cara mahasiswa belajar untuk meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis.
e) Kemampuan untuk mengorganisasikan pembelajaran.
f) Penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran.
g) Penerapan alternatif asesmen dan teori motivasi.
h) Membangun profesionalisme berbasis penelitian.
Berdasarkan kedua pandangan tersebut, program pendidikan bermutu pada dasarnnya adalah program pendidikan guru yang senantiasa mempertimbangkan pertanyaan apa yang harus dipelajari guru dan apa yang dapat dilakukan guru. Program pendidikan guru yang berkualitas bukanlah program pendidikan guru yang memberikan pengetahuan berbagai model dan strategi pembelajaran kepada para mahasiswa melainkan yang mampu menerapkan berbagai model dan strategi tersebut kepada mahasiswa sehingga mahasiswa memperoleh konsep teori dan gambaran aplikasinya sekaligus. Melalui pengalaman nyata ini, keluhan atas ketidaktahuan guru atas berbagai model dan strategi pembelajaran serta ketidakmampuan guru menerapkan berbagai model dan strategi tersebut akan mampu ditepiskan
Pengembangan pendidikan guru yang professional juga dapat dibentuk melalui peningkatan proses pembelajaran berbasis penelitian. Hal ini berarti bahwa sejak awal para mahasiswa seharusnya sudah diajak untuk melakukan penelitian sederhana pada setiap mata kuliah.
Pada akhirnya, penciptaan program pendidikan yang berkualitas akan sangat bergantung pada kesadaran mutu para pengelolanya. Sekait dengan hal ini, para pengelola lembaga pendidikan tinggi keguruan sudah seyogyanya menjalankan proses pendidikan berdasarkan penjaminan mutu yang jelas
 Membangun Kapabilitas Guru
Minimal ada lima kapabilitas yang harus terus menerus dibangun guru dalam rangka mengembangkan kualitasnya (Darling-Hammond. et.al. ,1999; Nicholss, G., 2002, dan Lang dan Evans, 2006). Kelima kapabilitas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Kapabilitas pertama yang harus terus dibangun guru adalah konten pengetahuan yang ia ajarkan. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk terus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan penguasaan konten pengetahuan secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimilikinya akan senantiasa berkembang dan up-to-date.
Kapabilitas kedua adalah tingkat konseptualisasi. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk mengidentifikasi wilayah pengembangan dirinya sehingga guru akan mampu secara terus menerus meningkatkan kompetensi yang dimilikinya.
Kapabilitas ketiga berhubungan dengan kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru yang kapabel adalah guru yang senantiasa memilih pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang tepat sesuai materi dan karakteristik siswa.
Kapabilitas keempat adalah komunikasi interpersonal. Kapabilitas ini berhubungan dengan kemampuan guru dalam menjalin komunikasi dengan siswa sehingga guru akan benar-benar memahami karakteristik siswa dan mengetahui kebutuhan siswa.
Kapabilitas kelima adalah ego. Kapabilitas ini berhubungan dengan usaha mengetahui diri sendiri dan usaha membangun responsibilitas diri terhadap lingkungan.
Berbagai kapabilitas yang telah dikemukakan tersebut pada prinsipnya merupakan wilayah pengembangan guru yang harus secara terus-menerus dikembangkan
 Mewujudkan Guru sebagai Peneliti
Aspek lain yang penting dalam rangka membangun kualitas guru adalah usaha mewujudkan guru sebagai peneliti. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa guru harus mampu merefleksi diri dan kinerjanya. Melalui usaha ini guru akan mengetahui kekuranganya dan sekaligus mampu memperbaikinya. Lebih lanjut, melalui penelitian yang dilakukan guru, pembelajaran yang dilaksanakan akan lebih efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan penelitian di dalam kelas merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat menjalankan tugasnya akan memberi dampak positif ganda. Pertama, peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran yang nyata. Kedua, peningkatan kualitas isi, masukan, proses, dan hasil belajar. Ketiga, peningkatan keprofesionalan pendidik. Keempat, penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa mewujudkan guru sebagai penelitian pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru sepajang kariernya.
4. Kelembagaan Pendidikan Keguruan
Kelembagaan pendidikan keguruan di Indonesia telah mengalami perubahan dan perkembangan mulai dari kursus-kursus (misalnya BI/BII) sampai kepada lembaga pendidikan pra jabatan seperti pendidikan guru, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang merupakan bagian dari universitas, dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) dalam bentuknya yang sekarang ini.
Setelah adanya alih fungsi SPG dan SGO ke IKIP dan FKIP dapat dikatakan bahwa IKIP dan FKIP merupakan lembaga yang hampir lengkap menyelenggarakan pendidikan lembaga kependidikan mulai dari SD sampai dengan SLTA. Untuk menghasilkan tenaga kependidikan yang bermutu, IKIP dan FKIP adapula yang telah mampu menyelenggarakan program pascasarjana yang menyelenggarakan program S2 dan S3 ilmu kependidikan. Di samping itu, LPTK juga menyelenggarakan program akta mengajar untuk semua jenjang dan jenis pendidikan. Sementara itu, sebagai lembaga yang melaksanakan program pascasarjana LPTK seyogianya juga dapat mampu mengelola jaringan lembaga-lembaga penataran serta pengayaan profesi.
Untuk menghasilkan tenaga kependidikan, IKIP dan FKIP menyediakan berbagai program studi dengan Strata DII, DIII, S1, bahkan S2 dan S3. Srata Diploma merupakan program professional, sedang program strata adalah program akademik.